menyambung kembali cerita yang hampir seminggu silam sudah saya posting. dongeng sebelum tidur, sebuah catatan pengantar yang singkat saja. niatnya memang konsisten tapi—alasan—karena jujur, saya terbiasa tidur cepat dan menulis cerita bukanlah hal yang mudah, akhirnya saya tidak bisa menuliskan cerita tersebut setiap malam menjelang tidur. serangan ngantuk ternyata mampu mengalahkan kemampuan saya untuk berpikir dan menulis.
malam ini, alhamdulillah bisa menyambung lagi “dongeng” tersebut meski pendek saja untuk malam ini. masih dalam bagian prolog :
mungkin tampak aneh, hidup dalam ritme seperti itu, namun itulah kenyataannya. bahkan sebenarnya tidak hanya rutinitas itu saja, dibelakangnya ada yang namanya : kungkungan aturan, senioritas, pukulan dan tendangan dan segala tetek bengek lainnya yang berbau militeristis...
mulanya... aku menyesali kenapa aku harus di takdirkan hidup disini, aku merasa bodoh dan semua ini hanya sia-sia. terkadang, aku menggerutu mengapa “takdir” yang mengirimku ke tempat ini, menangisi jalan hidup ini...
hingga kemudian, aku menemukan sebuah kalimat ini, di sebuah majalah kampus :
“beribu tetes air mata yang luruh disini, beribu kesakitan yang tercipta bersama ar mata dalam setiap jengkal tanah ksatrian ini, pikiranmu ternyata tak mampu menangkap makna dan idealisme apa-apa ? sedikitpun ?”
dan membuatku tergerak untuk mencari jawaban : makna dan idealisme apa yang bisa kudapatkan dalam hidupku disini... ?
to be continued....
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment
terima kasih sudah berkunjung di blog ini. senang rasanya anda berkenan meninggalkan komentar di blog ini.